Motivasi dan Semangat Belajar, Dalam Pendidikan Jasmani
Dalam proses belajar gerak banyak Faktor yang berpengaruh, seperti faktor pelajar/siswa, faktor latihan, faktor lingkungan, dan faktor guru. Faktor pelajar merupakan faktor penentu utama dalam proses belajar gerak.
Seorang siswa yang memiliki potensi yang baik mempunyai harapan dan kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai keberhasilan belajarnya dibandingkan dengan siswa yang kurang berpotensi. Selain potensi yang baik masih ada faktor-faktor lain yang menunjang keberhasilan belajar siswa. Faktor pelajar meliputi perhatian inspeksi persepsi, emosi, kepribadian, karakteristik fisik, dan motivasi.
Motivasi bagi seorang siswa sangat penting agar tujuan belajar dapat tercapai. Motor penggerak dalam proses belajar gerak agar berhasil berasal dari siswa sendiri. Dengan motivasi yang besar, maka semangat belajar siswa akan tinggi pula. Semangat belajar yang tinggi disertai bimbingan yang tepat dari guru, dan kelengkapan sarana prasarana yang memadai akan menunjang keberhasilan siswa dalam proses belajar gerak.
Pengertian dan Fungsi Motivasi
Menurut George H. Sage (1984) motivasi merupakan mekanisme internal dan rangsangan eksternal yang timbul dan mengatur perilaku siswa. Perilaku siswa yang kompleks dipengaruhi oleh kegairahan (arausal) untuk mencapai tujuan. Gabungan dari kegairahan dan tujuan yang hendak dicapai siswa diintegrasikan kedalam perilaku yang termotivasi.
Manusia hidup dengan berbagai pilihan, seperti memilih makanan atau pakaian tertentu, memilih kegiatan, pekerjaan, sekolah dan sebagainya. Perbuatan dan perilaku manusia dibimbing oleh tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian dimungkinkan seseorang berbuat sama dengan orang lain tetapi dengan tujuan yang berbeda. Seseorang berbuat secara sadar karena alasan tertentu, meskipun alasan itu sendiri kadang-kadang tidak disadari oleh yang bersangkutan. Setiap orang pasti memiliki dorongan tertentu sehingga dia berbuat sesuatu. Membahas alasan dan dorongan untuk berbuat sesuatu berarti membahas tentang motivasi.
Mempelajari motivasi berkenaan dengan kondisi yang menentukan tujuan seseorang dan perbuatan yang bukan oleh untuk mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa kata yang dapat menunjukkan alasan (motif) seseorang untuk berbuat sesuatu, misalnya keinginan, kemauan, tujuan, aspirasi, kebutuhan, ambisi, cita-cita, rasa haus, lapar, cinta dan sebagainya.
Motivasi dapat digambarkan sebagai pembangkit aksi/tindakan dan penggerak perbuatan seseorang. Kebanyakan studi tentang motivasi berkaitan dengan perbuatan dan aktivitas yang tampak bila ada motif, dan berusaha mengidentifikasi tujuan yang hendak dicapai.
Antar motivasi dengan perbuatan dapat diidentifikasi adanya suatu siklus. Morgan dan King (1966), mengemukakan adanya tiga komponen dalam siklus. Ketiga komponen tersebut adalah timbulnya motivasi, perbuatan yang termotivasi, dan kondisi terpuaskan. Dalam bentuk siklus dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar Siklus Perbuatan Termotivasi
Motivasi dapat timbul dari berbagai kondisi dari dalam diri sendiri atau pengaruh dari luar. Rasa haus dan ingin dicintai atau dipuji merupakan motivasi yang timbul dari dalam sedangkan cuaca yang panas, tuntutan seseorang guru kepada siswanya untuk menyelesaikan tugas dalam batas waktu singkat merupakan contoh motivasi yang timbul dari luar. Adanya motivasi tersebut akan mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Karena haus, maka perlu minum atau karena harus menyerahkan tugas dalam waktu yang singkat maka harus bekerja lembur semalam suntuk. Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan komponen kedua, yaitu perbuatan termotivasi seperti nampak pada siklus. Setelah minum atau menyelesaikan tugas maka yang bersangkutan akan merasa puas atau kondisi terpuaskan. Untuk selanjutnya siklus akan berputar lagi sejalan dengan timbulnya motivasi baru. Kepuasan yang ditimbulkan dari perbuatan yang telah dilakukan dapat menjadi motivasi baru, untuk selanjutnya melakukan perbuatan lagi dan seterusnya.
Dari uraian tersebut, motivasi dapat diartikan sebagai seluruh proses dari dimulainya suatu kebutuhan atau dorongan, kemudian dilakukan tindakan-tindakan, dan akhirnya tercapai sasaran atau tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan itu.
Motivasi atlet sering menjadi masalah yang rumit di dalam olahraga. Kegagalan seorang atlet sering dikaitkan dengan anggapan kurangnya motivasi yang ada atau dipompakan kepada atlet. Apakah anggapan semacam itu dapat dibenarkan? Ada sementara pendapat yang menyatakan bahwa motivasi yang terlalu rendah berakibat rendahnya prestasi, tetapi motivasi yang terlalu besar dapat menghasilkan prestasi yang rendah pula.
Hubungan antara motivasi dengan prestasi menurut Drowatzky (1975) adalah bentuk kurva linier seperti nampak pada gambar dibawah.
Kurva Hubungan Antara Motivasi dengan Prestasi
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa prestasi terbaik dicapai apabila motivasi tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi. Prestasi tidak selalu meningkat sejalan dengan bertambahnya motivasi. Pada taraf tertentu meningkat dan besarnya motivasi justru berakibat buruk terhadap pencapaian prestasi.
Apa yang diungkapkan Drowatzky tersebut akan nampak terutama pada cabang-cabang olahraga yang lebih mengutamakan ketelitian, kecermatan dan ketepatan. Untuk cabang olahraga yang mengutamakan fisik seperti kekuatan, kecepatan, dan daya tahan tubuh, kurang nampak. Dalam hubungannya dengan masalah ini diperlukan kejelian pelatih dalam memberikan motivasi kepada atletnya. Motivasi harus ditambahkan dan dipertahankan pada taraf tertentu, dan tidak perlu ditambah lebih besar lagi. Memang belum ada ukuran yang objektif untuk mengukur besarnya motivasi yang dapat dianggap memadai, dan seberapa yang dikatakan terlalu besar.
Yang jelas bahwa di dalam memberikan motivasi jangan sampai justru menimbulkan beban mental yang dapat mengakibatkan ketegangan bagi atlet sebelum, selama, dan sesudah pertandingan atau perlombaan.
Gambaran mengenai kesesuaian tingkat kesulitan olahraga dengan berbagai tingkat motivasi adalah sebagai berikut.
Kegiatan yang paling kompleks memerlukan motivasi yang sedang saja, sedangkan motivasi tinggi diperlukan untuk kegiatan keterampilan agak kompleks dan motivasi tertinggi diperlukan untuk kegiatan yang paling sederhana.
Sumber Motivasi
Ditinjau dari sumbernya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
1. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya rangsangan dari luar atau bersifat eksternal. Misalnya seorang belajar giat agar dipuji oleh orang lain, seorang terdorong untuk berusaha atau berprestasi sebaik-baiknya karena menariknya hadiah-hadiah yang disediakan. karena akan dikirim ke luar negeri, akan menjadi berita di surat kabar atau TV, akan menjadi idola oleh orang masyarakat di sekitar dan sebagainya. Dalam studi tentang motivasi ekstrinsik dikenal adanya bentuk hadiah (reward) dan hukuman (punishment) sebagai bentuk pembangkit motivasi. Hadiah dapat berupa barang, uang, ujian nilai yang baik, sanjungan, dan sejenisnya yang bersifat menyenangkan. Sedangkan hukuman dapat berupa menyakiti secara fisik maupun perasaan, penghinaan, denda, dan lainnya yang tidak menyenangkan. Penggunaan hadiah atau hukuman sebagai motivasi harus didasarkan pada suatu prinsip bahwa pada hakekatnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari sesuatu yang memberikan kesenangan atau kepuasan, dan menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan. Dengan prinsip tersebut diharapkan apabila kegagalan dalam suatu mata pembelajaran diancam dengan suatu hukuman maka siswa akan berusaha sekuat tenaga agar tidak gagal. Sebaliknya bila siswa berhasil dalam suatu mata pelajaran dijanjikan hadiah, maka siswa juga berusaha sekuat tenaga agar berhasil. Hukuman fisik di sekolah sudah ditinggalkan, maka pemberian motivasi berupa pemberian hadiah lebih banyak digunakan.
Dari sudut pandang pendidikan menumbuhkan motivasi intrinsik lebih ideal dibandingkan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik lebih memungkinkan bertahan dalam jangka waktu yang lama dalam berbuat sesuatu. Sebagai contoh seorang yang berlatih dengan tekun dalam berolahraga dorongan yang mengaktualisasikan dirinya dan untuk mencapai kepuasan diri akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan seseorang yang berlatih karena dorong hanya hadiah. Atlet yang berlatih dengan motivasi hadiah Ada kemungkinan terhenti berlatih bila tidak ada lagi yang memberikan hadiah.
Dalam olahraga, motivasi ekstrinsik dapat berbentuk motivasi bersaing (competitif motivation), oleh karena adanya dorongan untuk bersaing dan untuk menang memegang peranan yang lebih besar dibandingkan dengan rasa kepuasan karena telah berprestasi dengan baik. Motivasi kompetitif biasanya menyebabkan orang merasa superior karena dia adalah sang juara atau pemenang. Perasaan ini mudah berkembang menjadi sifat yang egosentrik. Oleh karena itu orang tersebut menjadi kurang peka terhadap keadaan dan pendapat orang lain dia selalu dibayangi oleh anggapan untuk selalu menjadi pemenang dan tujuan utamanya adalah dapat mengalahkan lawan. Hal ini akan memberikan kondisi psikologis berupa pikiran dan tindakan atlet yang dapat menjerumuskan ke arah hal-hal yang bersifat negatif yang dapat berupa menghalalkan berbagai macam cara untuk mencapai tujuan termasuk menipu, bermain curang, dan penggunaan obat-obatan terlarang (doping).
Namun demikian motivasi ekstrinsik pada kenyataannya tidak selalu menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif. Dengan motivasi ekstrinsik yang tepat akan diperoleh dorongan yang kuat bagi seorang atlet untuk mengarahkan segenap kemampuannya dalam berusaha mencapai keberhasilan mencapai tujuannya.
2. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri atlet atau bersifat internal. Dorongan untuk berbuat timbul atas kemauan diri dari diri sendiri. Motivasi intrinsik meliputi dorongan aktualisasi diri yang melibatkan ego.Misalnya seseorang selalu berusaha untuk makin meningkatkan pengetahuannya, pikirannya, kemampuan, dan keterampilan serta ketakwaannya karena ingin memperoleh kepuasan pada dirinya. Seseorang melakukan semua itu bukan karena ingin memperoleh hadiah pujian Sanjungan atau kemenangan semata-mata tetapi yang penting baginya adalah memperoleh kepuasan diri.
Aktivitas dengan dorongan motivasi intrinsik cenderung dapat bertahan lama dibandingkan dengan kegiatan yang dilakukan atas dorongan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu menjadi tugas seorang guru atau pelatih olahraga dapat menimbulkan, mengembangkan, dan meningkatkan motivasi intrinsik kepada atletnya dalam setiap aktivitas olahraga.
Seringkali motivasi intrinsik sulit untuk ditemukan pada diri atlet sehingga seorang guru atau pelatih harus berusaha dengan cara yang lain atau memberikan dorongan untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik pada atletnya. Seorang atlet yang tidak mau melakukan latihan fisik harus diberikan dorongan atau pengertian sebagai motivasi untuk mau melakukan latihan.
Motivasi intrinsik dalam olahraga dapat berbentuk motivasi kecakapan kompetensi (competence motivation) karena seorang atlet dengan motivasi intrinsik biasanya sangat bergairah untuk meningkatkan kompetensinya untuk mencapai kesempurnaan. Mengejar kesempurnaan merupakan salah satu motivasi yang melekat pada diri atlet dengan mempergunakan tubuhnya sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan keterampilan.
Aspirasi
Aspirasi merupakan salah satu faktor yang mempunyai hubungan erat dengan motivasi intrinsik, yang dalam belajar atau kegiatan olahraga dapat diartikan sebagai seseorang untuk mencapai suatu tujuan atau keberhasilan tertentu. Seseorang telah berhasil atau gagal sifatnya relatif, tergantung pada apa atau seberapa besar yang ingin dicapai oleh yang bersangkutan. Seorang petinju yang ingin mencapai kemenangan dengan knock-out, belum sepenuhnya merasa berhasil karena hasilnya hanya memang menang angka. Sebaliknya petinju yang hanya menginginkan untuk menang angka akan merasa sangat berhasil setelah dapat menang dengan knock-out.
Tinggi rendahnya tingkat pencapaian yang ingin diupayakan oleh seorang dapat disebut sebagai tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi dapat menjadi semakin tinggi atau menjadi semakin rendah sejalan dengan pengalaman keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan kegiatan dengan situasi yang serupa. Seorang yang sering mengalami keberhasilan, tingkat aspirasinya makin tinggi. Sebaliknya seorang yang selalu mengalami kegagalan, tingkat aspirasinya dapat menjadi rendah.
Tingkat aspirasi sangat berkaitan dengan optimisme yang dimiliki seseorang. Menetapkan tingkat aspirasi bagi seseorang adalah penting, tetapi harus sesuai kenyataan (realitas). Tingkat aspirasi sebaiknya ditetapkan sesuai dengan keberhasilan yang pernah dicapai, tingkat pencapaian yang ada sekarang, dan kemampuan yang dimiliki. Tingkat aspirasi yang positif dan realitas dapat digunakan untuk memperbaiki prestasi. Tingkat aspirasi yang rendah tidak akan dapat membangkitkan kegairahan berusaha, sedangkan tingkat aspirasi yang terlalu tinggi dapat menimbulkan frustasi karena tidak pernah merasa berhasil.
Ada beberapa prinsip penting sehubungan dengan tingkat aspirasi yaitu:
- Keberhasilan akan meningkatkan tingkat aspirasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan tingkat aspirasi.
- Semakin besar tingkat keberhasilan, kemungkinan meningkatkan tingkat aspirasi semakin besar.
- Tingkat prestasi lebih dipengaruhi oleh keberhasilan dibandingkan dengan kegagalan. Peningkatan Prestasi lebih tampak sesudah mengalami keberhasilan dibandingkan sesudah mengalami kegagalan.
Motivasi dalam Belajar Gerak, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Sumber: Perkembangan dan Belajar Motorik (Dr. Sugiyanto, dkk)
0 Response to "Motivasi dan Semangat Belajar, Dalam Pendidikan Jasmani"
Post a Comment