Merancang Program Latihan Menggunakan Pedoman FITT

 MERANCANG  PROGRAM LATIHAN  MENGGUNAKAN  PEDOMAN  FITT

Pedoman FITT adalah panduan yang digunakan untuk merancang program latihan yang efektif dan terstruktur. Akronim FITT mewakili empat komponen utama yang harus dipertimbangkan saat merancang program latihan, yaitu Frecuency-Frekuensi,     Intencity-Intensitas,     Time-Waktu     (Duration),     dan     Type-Jenis     latihan. Berikut  adalah  penjelasan  singkat  tentang  masing-masing  komponen  FITT:

a.    FREKUENSI  LATIHAN  (FREQUENCY)

Frekuensi merujuk pada seberapa sering Bapak dan Ibu melakukan latihan dalam satu periode waktu tertentu. Frekuensi latihan dapat diukur dengan satuan waktu seperti jumlah sesi per minggu, per bulan, dan satuan ukur waktu lainnya. Juga diakui secara umum bahwa untuk setidaknya menjaga tingkat kebugaran, setidaknya diperlukan dua sesi latihan per minggu. Pertimbangan penting terkait frekuensi adalah waktu pemulihan yang diberikan setelah sesi latihan sebelum sesi serupa dilakukan kembali. Faktor lain termasuk sifat aktivitas, tingkat kebugaran individu dan fasilitas pemulihan yang tersedia.

Catatan Penting bagi guru adalah rumus untuk mendapatkan kebugaran bukanlah berlatih sesering mungkin, melainkan menemukan keseimbangan antara frekuensi latihan dan pemulihan.

b.    INTENSITAS  LATIHAN  (INTENCITY)

Intensitas mengacu pada seberapa keras Bapak dan Ibu bekerja selama latihan. Hal ini dapat diukur dengan berbagai cara, tergantung pada jenis latihan yang Bapak dan Ibu lakukan atau berikan. Oleh karena tingkat kebugaran setiap individu berbeda-beda, intensitas olahraga yang diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran juga bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya. Namun sebagai guru PJOK, Bapak dan Ibu perlu mengetahui seberapa berat beban latihan atau intensitas yang diberikan kepada peserta didik.

BEBERAPA   METODE  YANG  DAPAT   DIGUNAKAN   UNTUK  MENENTUKAN   INTENSITAS  AKTIVITAS KARDIOVASKULAR   ATAU   AKTIVITAS   AEROBIK  DI  ANTARANYA   ADALAH:

1)        METODE  TES  BICARA  (TALK  TEST)

Metode     ini     melibatkan      kemampuan      Bapak     dan     Ibu     atau      peserta     didik     untuk berbicara  selama  latihan  sebagai  indikator  intensitas.

a)    Jika    Bisa    Berbicara    Tanpa    Kesulitan:    Saat    seseorang    dapat    berbicara tanpa  kesulitan  selama  latihan  aerobik,  itu  menandakan  bahwa  intensitas atau  bebean  latihan  tersebut  moderat  hingga  rendah.  Ini  biasanya  terjadi saat  berjalan  santai  atau  berlatih  dengan  intensitas  ringan.

b) Jika Sulit untuk Berbicara atau Hanya Bisa Berbicara Sedikit: Jika seseorang kesulitan untuk berbicara atau hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja selama latihan, itu menandakan intensitas latihan yang lebih tinggi. Hal ini terjadi ketika seseorang berlari cepat atau melakukan latihan dengan intensitas tinggi.

Talk test dapat menjadi metode sederhana bagi guru untuk dapat mengukur intensitas latihan tanpa memerlukan peralatan khusus. Meskipun, metode Talk Test terbatas dalam memberikan detail tentang target zona latihan, metode ini dapat menjadi cara yang cepat dan mudah untuk mengevaluasi seberapa keras seseorang berlatih. Metode ini cukup sederhana sehingga mudah dilakukan oleh guru SD untuk mengukur beban latihan pada peserta didiknya.

2)      Penggunaan  Rating  of  Perceived  Exertion  (RPE)

Metode kedua yang umum dilakukan untuk mengetahui seberapa berat beban latihan telah diberikan adalah dengan Rating of Perceived Exertion atau disingkat RPE, dimana RPE adalah skala subjektif yang digunakan untuk menilai seberapa keras Bapak dan Ibu atau peserta didik merasa bekerja selama latihan dan menyesuaikan intensitasnya sesuai kebutuhan. Skala ini biasanya berkisar dari 0 hingga 10, dengan angka yang lebih tinggi menunjukkan intensitas yang lebih tinggi. Berikut adalah beberapa contoh diagram yang menggambarkan metode RPE dalam pengukuran intensitas latihan kebugaran.


3)      Pengukuran  Denyut  Jantung  (Heart  Rate  Monitoring)

Metode ketiga adalah dengan pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara menghitung jumlah denyut nadi selama 1 menit. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan menekan bagian pergelangan tangan atau disebut radial pulse. Dan cara yang kedua adalah dengan menekan bagian leher atau disebut carotis pulse.


Mengapa denyut jantung? Denyut jantung merupakan indikator yang mengukur seberapa besar tantangan yang ditimbulkan oleh suatu latihan tertentu terhadap kardiovaskular seseorang. Oleh karena itu, pedoman intensitas aktivitas fisik untuk membangun kebugaran kardiovaskular biasanya didasarkan pada

a)    Denyut  jantung  maksimal  (Heart  Rate  Maksimal  -  HRM)

Pedoman terbaru dari ACSM menunjukkan bahwa aktivitas latihan kebugaran harus mencapai rentang antara 55 hingga 90 persen dari HRM untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran kardiovaskular. Individu yang bugar akan mampu bekerja lebih keras pada detak jantung tertentu, namun intensitas latihan relatif akan setara bagi individu yang fit dan tidak fit dengan menggunakan     rentang     jenis     ini.     Rumus     sederhana     untuk     mengetahui     HRM adalah  seperti  pada  gambar  di  samping  ini.

CONTOH:

Individu berumur 40 tahun. Maka, HRM individu tersebut adalah 220 - 40 = 180 bpm. Artinya, individu tersebut memiliki Denyut Nadi Maksimal senilai 180 detak per menit (bpm).

b) Penggunaan Persentase dari Denyut Jantung Maksimum (Training Zone)

Training zone atau zona latihan adalah rentang intensitas aktivitas fisik yang ditargetkan selama latihan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pelatihan kebugaran. Zona latihan biasanya diukur berdasarkan denyut jantung atau persentase maksimum denyut jantung seseorang selama latihan. Zona latihan yang berbeda memiliki efek yang berbeda pada tubuh, seperti pembakaran lemak, peningkatan kardiovaskular endurance, atau peningkatan kekuatan otot. Ilustrasi diatas adalah contoh zona latihan umum, zona 1 – mengindikasikan intesitas latihan rendah atau sangat ringan (50-60% dari maksimum denyut jantung), zona 2 –mengindikasikan intesitas latihan ringan (60-70% dari maksimum denyut jantung), dan zona 3 – mengindikasikan intesitas latihan menengah (70-80% dari maksimum denyut jantung), zona 4 – mengindikasikan intesitas latihan berat (80-90% dari maksimum denyut jantung), dan zona 5 – mengindikasikan intesitas latihan sangat berat/maksimal (90-100% dari maksimum denyut jantung)

Tabel dibawah ini dibuat untuk memudahkan Bapak dan Ibu dalam mencari tahu denyut nadi pada anak berusia 12-16 tahun dengan perkiraan denyut nadi zona latihan peserta didik untuk kemudian dijadikan dasar pemberian intensitas latihan.

STUDY   CASE:

Sebagai contoh kasus pembelajaran zona latihan 50-60% denyut jantung pada pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK), kita bisa membayangkan sebuah kelas PJOK di sekolah menengah. Misalnya, guru PJOK ingin membimbing siswa dalam latihan kebugaran jantung. Hal-hal ini adalah

rangkaian  pembelajaran  yang  perlu  menjadi  perhatian  guru:

PENJELASAN   KONSEP:

Guru PJOK menjelaskan kepada siswa tentang pentingnya latihan kebugaran jantung dan zona latihan yang optimal untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskular. Dia menjelaskan bahwa latihan dengan intensitas 50-60% dari denyut jantung maksimal (HRmax) adalah zona latihan yang cocok untuk memperbaiki daya tahan jantung dan paru-paru serta memberi penjelasan tentang bagaimana mencari denyut jantung pada pergelangan tangan dan leher.

MENGUKUR   DENYUT   JANTUNG:

Guru memberikan siswa alat untuk mengukur denyut jantung mereka, seperti monitor detak jantung atau perangkat fitness yang terintegrasi dengan sensor denyut jantung. Jika tidak memiliki alat-alat tersebut, guru dapat mencaritahu HRmax   pada   peserta   didik   terlebih   dahulu   (220-umur)   dan   mengukur   denyut   nadi awal,  dan  denyut  nadi  latihan.

PEMANASAN:

Sebelum memulai latihan dalam zona target, siswa melakukan pemanasan selama beberapa menit untuk mempersiapkan tubuh mereka. Ini bisa berupa jalan cepat, lari kecil, atau latihan peregangan.

LATIHAN   INTENSITAS   RENDAH   KE  SEDANG:

Guru memimpin siswa dalam aktivitas fisik seperti jogging ringan atau bersepeda statis dengan intensitas yang cukup untuk meningkatkan denyut jantung ke zona target 50-60% dari HRmax mereka.

MONITORING  DAN   KOREKSI:

Selama latihan, guru memantau siswa untuk memastikan bahwa mereka berada dalam zona latihan yang tepat. Mereka memberikan umpan balik dan koreksi jika diperlukan untuk memastikan siswa berlatih dengan intensitas yang tepat. Peserta didik bisa diajak untuk menghitung denyut jantungnya sendiri, atau pada tingkatan kelas yang lebih rendah dapat menggunakan tes bicara atau RPE. Guru dapat menggunakan tabel perhitungan denyut nadi zona latihan seperti diatas.

COOL  DOWN:

Setelah latihan, siswa melakukan pendinginan dengan melakukan latihan peregangan atau berjalan pelan-pelan untuk membantu tubuh mereka kembali ke tingkat denyut jantung yang normal.

REFLEKSI:

Guru dan siswa berdiskusi tentang pengalaman mereka selama latihan. Siswa diminta untuk merenungkan bagaimana mereka merasa selama latihan dan bagaimana mereka bisa meningkatkan latihan mereka di masa depan.

Dengan pendekatan ini, siswa mendapatkan pengalaman praktis dalam memahami dan menerapkan konsep zona latihan untuk meningkatkan kebugaran jantung mereka,   sambil   belajar   tentang   pentingnya   aktivitas   fisik   teratur   untuk   kesehatan secara  keseluruhan.

Berikan penekanan pada memahami zona latihan yang tepat untuk tujuan latihan tertentu adalah penting untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan efektif dan aman. Itulah sebabnya, memantau denyut jantung selama latihan dan memastikan berada dalam zona latihan yang tepat sangat penting bagi keberhasilan program latihan kebugaran.

Alasan        mengapa        guru        PJOK        perlu        memahami        zona        latihan        dan        mampu menerapkannya  dalam  aktivitas  pembelajaran  di  kelas  adalah  sebagai  berikut:

a) Efektivitas pelatihan: Memahami zona latihan membantu guru merencanakan dan memberikan latihan yang efektif sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan mengatur intensitas latihan sesuai dengan zona latihan yang tepat, guru dapat memastikan bahwa peserta didik mencapai hasil yang diinginkan dengan efisien.

b) Keselamatan peserta didik: Pemahaman tentang zona latihan membantu guru memantau tingkat kebugaran dan keamanan peserta didik selama aktivitas fisik. Dengan memastikan peserta didik berada dalam zona latihan yang aman untuk usia dan tingkat kebugaran mereka, guru dapat mengurangi risiko cedera atau kelelahan yang tidak diinginkan.

c) Pengalaman Pembelajaran yang Optimal: Menerapkan zona latihan dalam pembelajaran membantu menciptakan pengalaman pembelajaran yang menarik dan bervariasi. Dengan menyediakan latihan yang sesuai dengan tingkat kesulitan dan intensitas yang tepat, guru dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dan mempromosikan motivasi dalam mencapai tujuan kebugaran.

d) Pengukuran Kemajuan: Zona latihan juga merupakan alat yang berguna untuk mengukur kemajuan peserta didik dalam program latihan kebugaran. Dengan memantau dan mencatat aktivitas fisik peserta didik di dalam zona latihan selama beberapa waktu, guru dapat melacak perkembangan      dan      mengevaluasi      efektivitas      program      pembelajaran mereka.

e) Pendidikan Gaya Hidup Sehat: Melalui pemahaman tentang zona latihan, guru PJOK dapat mengajarkan kepada peserta didik tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh secara keseluruhan. Dengan memahami konsep ini sejak dini, peserta didik dapat mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang berkelanjutan sepanjang hidup mereka.

Dengan demikian, pemahaman tentang zona latihan dan penerapannya dalam pembelajaran di kelas merupakan faktor kunci untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, meningkatkan keselamatan peserta didik, dan mendukung pembentukan gaya hidup sehat.

Pilihan metode untuk menentukan intensitas aktivitas aerobik tergantung pada preferensi pribadi, ketersediaan peralatan, dan kenyamanan individu. Juga, penting untuk memperhatikan kondisi fisik Bapak dan Ibu dan berkonsultasi dengan profesional kebugaran jika Bapak dan Ibu memiliki kondisi medis atau kekhawatiran kesehatan sebelum memulai program latihan baru.

c.     WAKTU  LATIHAN  (TIME)

Waktu dalam hal ini adalah durasi mengacu pada berapa lama setiap sesi latihan berlangsung. Hal ini mengacu pada jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan latihan fisik dalam satu sesi. Durasi latihan dapat bervariasi tergantung pada tujuan latihan, kemampuan individu, dan jenis latihan yang dilakukan.

Waktu, atau durasi menggambarkan berapa lama aktivitas harus dilakukan. Hal ini tergantung pada jenis metode pelatihan dan intensitas pelatihan yang dilakukan. Artinya, waktu tergantung pada komponen kebugaran terkait kesehatan yang ditargetkan. Perbaikan dalam latihan aerobik akan terjadi dalam waktu sekitar enam minggu, tetapi peningkatan yang lebih besar umumnya terlihat dalam waktu sekitar 12 minggu latihan. Peningkatan pelatihan anaerobik cukup terlihat dalam waktu sekitar 6-8 minggu pelatihan. Anak-anak kelas dasar akan lebih sulit memahami konsep ini daripada anak-anak yang lebih tua dan akan kurang mampu dibandingkan. d.    JENIS  LATIHAN  (TYPE)

Jenis latihan merujuk pada jenis aktivitas fisik yang Bapak dan Ibu lakukan dalam program latihan. Ini dapat mencakup latihan kardiorespiratori seperti berlari atau berenang, latihan kekuatan seperti angkat beban atau latihan dengan beban tubuh, serta latihan fleksibilitas seperti peregangan atau yoga.

Jenis latihan mengacu pada mode atau jenis aktivitas apa yang dipilih seseorang untuk dilakukan untuk setiap komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Jenis latihan, kegiatan dan/atau metode yang dipilih harus sesuai untuk mencapai tujuan program pelatihan secara keseluruhan. Guru atau peserta didik harus mampu mereplikasi pola gerakan, kelompok/aksi otot, sistem energi, dan komponen kebugaran yang relevan untuk olahraga atau aktivitas tertentu yang dilatih oleh orang tersebut.

Terdapat banyak contoh jenis-jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dibawah ini adalah contoh aktivitas fisik aerobik dengan intensitas sedang dan kuat serta aktivitas penguatan otot dan tulang untuk anak dan remaja. 

Hal yang paling penting dalam PJOK adalah dengan mendorong peserta didik untuk memilih aktivitas yang mereka sukai dan yang menargetkan pada sasaran kesehatan pribadi, kebugaran, atau performa olahraga mereka. Guru pada sekolah dasar dan menengah harus menyediakan berbagai kegiatan yang akan memfasilitasi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab di tingkat sekolah menengah atas dan di masa yang akan datang.

RANCANGAN  PROGRAM  LATIHAN  SEDERHANA  MENGACU  PADA PEDOMAN  FITT.

Program latihan yang efektif memerlukan perencanaan yang cermat, dan pedoman FITT memberikan kerangka kerja yang tepat untuk mencapai tujuan kebugaran. Dalam rancangan program latihan sederhana ini, menekankan pada empat aspek penting: Frekuensi, Intensitas, Waktu, dan Jenis latihan. Penting untuk menggabungkan latihan kardiovaskular, kekuatan, dan fleksibilitas dalam program Anda untuk mencapai keseimbangan fisik yang optimal. Dengan memperhatikan pedoman FITT ini dan konsistensi dalam latihan dapat meraih hasil yang signifikan dalam meningkatkan kebugaran dan kesehatan secara keseluruhan pada peserta didik. Dibawah ini adalah beberapa contoh dalam merancang program latihan dengan mengacu pada pedoman FITT. Setelah seseorang berolahraga secara teratur selama sebulan atau lebih, frekuensi, intensitas, dan waktunya dapat disesuaikan secara bertahap (ACSM, 2010).

Bagaimana menyesuaikan variabel tergantung pada peserta didik; melibatkan peserta didik dalam penetapan tujuan dan perencanaan latihan. Permainan yang aktif dan tidak teratur adalah cara yang menyenangkan untuk memberikan aktivitas fisik yang berkelanjutan. Ajarkan permainan dan aktivitas yang ingin dimainkan peserta didik di waktu luang mereka. peserta didik sekolah menengah dan atas mungkin menemukan bahwa campuran aktivitas aerobik yang mempertahankan target peningkatan denyut nadi untuk jangka waktu tertentu akan lebih menyenangkan dan karenanya lebih bermanfaat bagi tingkat kebugaran mereka secara keseluruhan.

Dengan menerapkan Pedoman FITT dalam program latihan kardiorespiratori ini, Bapak dan Ibu memiliki kerangka kerja yang terstruktur untuk meningkatkan daya tahan kardiorespiratori dengan cara yang efektif dan efisien. Pastikan untuk menyesuaikan program latihan ini dengan kemampuan dan tujuan Bapak dan Ibu sendiri, serta berkonsultasi dengan profesional kebugaran atau pelatih jika diperlukan.

Ada berbagai pendekatan pedoman FITT yang dapat kita terapkan dalam latihan kebugaran. Salah satu contohnya adalah latihan kebugaran yang terfokus pada fleksibilitas sebagai fokus Tipe Latihan. Berikut adalah tabel yang menjelaskan bagaimana        latihan        kebugaran        yang        terfokus        pada        komponen        kebugaran fleksibilitas  dengan  menggunakan  pedoman  FITT.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Merancang Program Latihan Menggunakan Pedoman FITT"

Post a Comment